Mengapa Keterlambatan Diagnosis Masih Menjadi Penyebab Tingginya Kematian Ibu dan Bayi?

image

Keterlambatan diagnosis jadi faktor utama tingginya angka kematian ibu dan bayi di Indonesia. Pelajari lebih lanjut tentang penyebab dan solusinya.

Angka Kematian Ibu dan Bayi di Indonesia

Di Indonesia, angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB) masih tergolong tinggi dibandingkan negara-negara lain di Asia Tenggara. AKI mencapai 189 per 10.000 kelahiran hidup, sementara AKB berada di angka 17 per 1.000 kelahiran hidup. Meski ada penurunan dalam satu dekade terakhir, angka ini masih jauh dari target Sustainable Development Goals (SDGs).

Pergeseran Penyebab Kematian Ibu

Prof. Dr. R. Detty Siti Nurdiati Z, seorang ahli dari Universitas Gadjah Mada, mengungkapkan bahwa ada pergeseran dalam penyebab kematian ibu. Jika sebelumnya pendarahan menjadi penyebab utama, kini komplikasi non-obstetri seperti penyakit jantung, obesitas, dan diabetes mellitus menduduki peringkat pertama.

Detty menekankan pentingnya menelusuri perubahan pola ini untuk meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan bayi. Identifikasi faktor risiko harus dilakukan sejak masa prakonsepsi hingga pasca persalinan.

Strategi yang diusulkan adalah dengan asumsi 'every pregnancy is at risk', artinya setiap kehamilan berisiko dan tidak ada yang benar-benar bebas dari komplikasi. Upaya ini tidak hanya untuk kehamilan saat ini, tetapi juga untuk kehamilan-kehamilan berikutnya.

Detty menemukan bahwa keterlambatan diagnosis sering terjadi di lapangan. Skrining dan deteksi dini sangat penting agar ibu dapat lebih awal menyadari kondisi kehamilannya. Ini memungkinkan pengambilan keputusan yang lebih tepat, aman, dan efisien.

Semakin muda usia kehamilan, semakin rendah risiko komplikasi akibat tindakan terminasi, baik dari segi fisik, fungsi reproduksi, maupun dampak psikologis ibu.

Disiplin ilmu kedokteran fetomaternal (KFm) berperan penting dalam merawat ibu sebelum, selama, dan setelah kehamilan. Subspesialis KFm menangani ibu hamil risiko tinggi, skrining prenatal, dan manajemen komplikasi janin.

Melalui fetomaternal, penelitian sekunder dapat dilakukan untuk mengatasi kesenjangan pengetahuan dan mencari bukti ilmiah terbaik sebagai dasar pengambilan keputusan klinis.

Penguatan fasilitas kesehatan primer seperti puskesmas sangat penting dalam mengidentifikasi ibu dengan kehamilan risiko tinggi. Puskesmas dapat memberikan layanan antenatal dan merujuk ibu risiko tinggi ke rumah sakit.

Detty menekankan bahwa peningkatan kualitas pelayanan kesehatan tidak hanya untuk menurunkan angka kematian, tetapi juga untuk meningkatkan kualitas hidup ibu dan bayi.

Kemajuan teknologi, termasuk artificial intelligence, dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas kesehatan ibu dan bayi di Indonesia.

Detty mengajak semua pihak untuk menjaga kualitas kesehatan ibu dan bayi sebagai aset masa depan bangsa. Peran dokter subspesialis fetomaternal tidak akan berarti tanpa dukungan sistem kesehatan yang kuat dan kolaborasi interprofesi.

Upaya ini diharapkan dapat meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan bayi untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.


You Might Also Like