Dosen UGM memberikan panduan bijak untuk investasi saham di tengah penurunan IHSG.
IHSG: Peluang di Tengah Penurunan
Pasar saham Indonesia saat ini sedang mengalami gejolak yang cukup signifikan. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam dan belum menunjukkan tanda-tanda pemulihan yang stabil. Faktor-faktor seperti sentimen global yang negatif, melemahnya harga komoditas, dan tren inflasi semakin menambah ketidakpastian di pasar.
Menurut Kepala Departemen Manajemen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, I Wayan Nuka Lantara, Ph.D., kondisi ini sebenarnya bisa menjadi peluang bagi investor pemula untuk belajar berinvestasi. Namun, ia menekankan pentingnya sikap bijak dalam mengelola keuangan pribadi.
Strategi Investasi di Tengah Ketidakpastian
Wayan menyarankan bahwa saat ini bisa menjadi waktu yang tepat untuk masuk ke pasar saham karena harga saham sedang dalam kondisi 'diskon'. Namun, ia mengingatkan agar tidak asal membeli saham. “Pilih saham yang fundamentalnya kuat dan memiliki prospek masa depan yang cerah,” ujarnya saat diwawancarai di Kampus UGM.
Sebelum memulai investasi, Wayan menekankan pentingnya memastikan kebutuhan konsumsi terpenuhi dan memiliki dana darurat yang cukup. Baru setelah itu, dana bisa dialokasikan untuk investasi. Ia juga menyinggung istilah ‘mantap’ atau makan tabungan yang saat ini tengah marak.
“Kalau tabungan tipis dan pemula melakukan investasi tanpa perhitungan yang matang, bisa jebol juga,” ucapnya. Wayan mengingatkan bahwa investasi bukan soal keberuntungan atau tren sesaat. Dalam kondisi ekonomi yang tidak stabil, keputusan emosional yang hanya ingin memburu keuntungan bisa memperbesar risiko.
Ia menegaskan, “Jangan sampai keinginan untuk untung besar membuat orang mengorbankan prinsip dasar. Punya penghasilan 10 juta tapi 9 juta diinvestasikan semua, bahkan sampai berani pinjam, itu sangat tidak disarankan.”
Wayan juga menyoroti anomali pasar terkait produk investasi belakangan ini, seperti harga emas yang sempat naik namun kemudian turun lagi di tengah pelemahan ekonomi global. Ia menyebut jatuhnya nilai Bitcoin dan saham teknologi di Amerika Serikat yang turut anjlok dengan portofolio merah di berbagai tempat.
Fenomena ini menunjukkan bahwa pola-pola lama tidak lagi bisa dijadikan patokan mutlak. Meski penuh ketidakpastian, Wayan berpendapat investasi tetap penting untuk menjaga daya beli dalam jangka panjang. Jika uang hanya disimpan untuk konsumsi, nilainya akan terus tergerus oleh inflasi.
“Satu-satunya cara membangun ‘sekoci’ masa depan ya tetap lewat investasi,” tuturnya. Mengingat investasi adalah produk jangka panjang dalam hitungan tahun, Wayan memberikan ramalan tren pasar setidaknya untuk tiga bulan ke depan.
Berdasarkan analisa pengamatannya, Wayan tidak melihat adanya sinyal positif yang kuat, bahkan cenderung mengarah pada pesimisme. Tidak ada satupun insentif yang menunjukkan adanya optimisme. Jika sentimen tersebut tidak berhenti, kondisi ini membahayakan.
Oleh sebab itu, ia mendorong pemerintah untuk melakukan pengkajian fundamental dan pemetaan ulang terhadap sektor ekspor nasional yang masih bertumpu pada komoditas seperti batubara dan nikel. “Kita perlu segera mencari celah baru di tengah tekanan global,” pesannya.