Inovasi dan Kolaborasi dalam Pencegahan Penyakit Tidak Menular oleh Prof Fatwa Sari

image

Prof. Fatwa Sari Tetra Dewi dikukuhkan sebagai Guru Besar, menyoroti pentingnya inovasi dan kolaborasi dalam pencegahan penyakit tidak menular.

Prof Fatwa Sari Tetra Dewi: Guru Besar Baru di UGM

Prof. dr. Fatwa Sari Tetra Dewi, MPH, Ph.D dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan (FK-KMK) UGM, baru saja dikukuhkan sebagai Guru Besar dalam bidang Ilmu Promosi dan Pencegahan Penyakit Tidak Menular. Dalam pidato pengukuhannya, beliau menekankan pentingnya inovasi dan kolaborasi untuk mengatasi tantangan kesehatan di Indonesia.

Penyakit Tidak Menular: Tantangan Besar Kesehatan

Penyakit Tidak Menular (PTM) seperti jantung, stroke, dan diabetes menyumbang 73% dari total kematian di Indonesia. Gaya hidup tidak sehat, seperti merokok dan pola makan buruk, menjadi faktor risiko utama. Prof. Fatwa menyoroti bahwa 34,2% perokok dewasa dan 21,8% orang dewasa mengalami obesitas, sementara hanya 66,5% memenuhi standar aktivitas fisik WHO.

Prof. Fatwa mengungkapkan bahwa keterlambatan dalam mencari pengobatan sering kali membuat PTM terdeteksi pada tahap lanjut. Kemajuan teknologi digital menawarkan peluang besar dalam pencegahan dan penanganan PTM, melalui aplikasi kebugaran dan konsultasi daring. Namun, digitalisasi juga membawa risiko baru seperti akses mudah ke makanan tidak sehat dan stres akibat informasi berlebihan.

Menurut Prof. Fatwa, pemisahan antara kesehatan fisik dan mental menjadikan layanan kesehatan kurang terintegrasi. Oleh karena itu, pendekatan holistik sangat diperlukan untuk pencegahan PTM yang lebih efektif. Berbeda dengan penyakit menular, pengendalian PTM lebih efektif jika mengutamakan upaya promotif dan preventif.

Prof. Fatwa menegaskan bahwa PTM berkembang perlahan dari faktor risiko yang sebagian besar dapat dikendalikan. Pendekatan kuratif lebih mahal dan sering tidak menyembuhkan. Jika pencegahan diabaikan, beban ekonomi kesehatan akan meningkat dan kualitas hidup pasien menurun.

Pemerintah, menurut Prof. Fatwa, tidak bisa bekerja sendirian dalam pengendalian PTM. Diperlukan kolaborasi dengan masyarakat sebagai motor perubahan. PTM erat kaitannya dengan gaya hidup yang merupakan pilihan individu. Pemerintah harus berperan sebagai fasilitator yang mendorong perubahan perilaku masyarakat.

Prof. Fatwa mengungkap bahwa teknologi digital memungkinkan promosi dan pencegahan PTM dilakukan secara masif dan efisien. Inovasi teknologi seperti media sosial, aplikasi kesehatan, dan telemedicine telah dimanfaatkan untuk meningkatkan efektivitas promosi dan pencegahan PTM.

Namun, tantangan kesenjangan akses digital masih ada, terutama bagi masyarakat di daerah terpencil dan kelompok berpenghasilan rendah. Kepemimpinan yang kuat, sinergi lintas sektor, dan pendanaan berkelanjutan menjadi faktor penting dalam program pengendalian PTM.

Prof. Fatwa menutup pidatonya dengan harapan bahwa inovasi dan kolaborasi akan terus berkembang, sehingga masyarakat Indonesia dapat hidup lebih sehat dan sejahtera.


You Might Also Like