Kolusi dan Nepotisme: Tantangan Birokrasi Indonesia

image

Mengupas akar permasalahan kolusi dan nepotisme dalam birokrasi Indonesia serta solusi reformasi.

Kolusi dan Nepotisme: Masalah Utama Birokrasi

Tata kelola pemerintahan yang baik harus didukung dengan aparatur berintegritas tinggi, produktif, dan melayani. Dengan begitu, birokrasi dapat berjalan dengan transparan, efisien, dan berorientasi pada kepentingan publik. Namun kenyataannya, sistem birokrasi sering kali diperumit oleh praktik nepotisme dan kolusi yang pada akhirnya menghambat profesionalisme serta menciptakan ketidakadilan.

Guru Besar Manajemen Kebijakan Publik Prof. Dr. Erwan Agus Purwanto mengatakan dampak utama dari praktik nepotisme dan kolusi antara lain menurunnya kualitas pelayanan publik, peningkatan risiko korupsi, dan beban ekonomi. "Birokrasi yang semakin berat dan rumit akan menurunkan kepercayaan publik," kata Erwan dalam Diskusi Kuliah Bestari yang mengupas Nepotisme dan Kolusi Akar Kerumitan Birokrasi.

Erwan menyampaikan beberapa fakta dan kasus nyata di Indonesia bahwa terdapat 171 daerah terindikasi dinasti politik dari Kemendagri 2023, adanya korupsi pengadaan barang dan jasa yang merugikan triliunan rupiah dari ICW 2023, dan adanya jual beli jabatan di instansi pemerintah yang masih terjadi dari KPK 2023.

Solusi Reformasi Birokrasi

Menurutnya, langkah reformasi birokrasi dan upaya pencegahan dengan sistem merit dalam rekrutmen ASN, digitalisasi pengadaan barang dan jasa, transparansi LHKPN, regulasi konflik kepentingan (PermenPANRB 17/2024), kewajiban transparansi kepemilikan benefisial, penerapan SAKIP untuk transparansi anggaran, dan adanya penguatan pengendalian internal serta manajemen risiko.

Salah satu upaya membangun birokrasi yang bersih dan berintegritas, seperti fokus utama dalam roadmap kebijakan reformasi birokrasi, yakni pertama dengan penguatan sistem integritas dan pengawasan. Kedua, pembangunan sistem pengelolaan konflik kepentingan. Selanjutnya, yang ketiga adalah penguatan tata kelola pengadaan barang dan jasa. Keempat, penanaman core values ASN. Terakhir, adanya komitmen terhadap implementasi kebijakan dan/atau putusan peradilan.

Sementara Guru Besar Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta Prof. Dr. Dyah Mutiarin, M.Si. menyampaikan mengenai persoalan korupsi, kolusi, dan nepotisme yang meningkat tajam sampai tahun 2024, di mana jumlah kasus korupsi dan tersangka di Indonesia meningkat tajam sejak tahun 2019 sampai dengan 2023, dengan 791 kasus dan 1.695 tersangka pada 2023.

Skor Indeks Persepsi Korupsi Indonesia juga mengalami penurunan dari 40 pada 2019 menjadi 34 pada 2023, menandakan persepsi publik terhadap pemberantasan korupsi semakin memburuk.

Ia juga menunjukkan bahwa adanya modus korupsi dari data Laporan ICW tahun 2024, bahwa modus korupsi yang paling dominan di Indonesia pada tahun 2023 adalah kegiatan/proyek fiktif sebanyak 288 kasus dan penyalahgunaan anggaran sebanyak 259 kasus, khususnya dalam sektor pengadaan barang dan jasa.

Hal ini mencerminkan lemahnya sistem pengawasan dan transparansi dalam pengelolaan anggaran, yang membuka peluang besar bagi tindakan korupsi. "Terdapat kasus jual beli jabatan menjadi celah korupsi tertinggi. Sebanyak 371 ASN telah ditetapkan menjadi tersangka korupsi jual beli jabatan terkait dengan pemberian gratifikasi dan suap yang ditujukan untuk mempengaruhi promosi, mutasi, hingga penerimaan pegawai berbagai lembaga pemerintah," paparnya.

Menurut Dyah, praktik nepotisme akan berdampak pada penurunan kinerja birokrasi karena dari sisi rekrutmen saja sudah tidak menggunakan sistem merit dan akan menyebabkan konflik serta hilangnya kepercayaan. Sementara praktik kolusi menyebabkan lemahnya integritas dan pelayanan publik.

Oleh karena itu, sistem pengawasan internal juga harus ditumbuhkan melalui akuntabilitas laporan keuangan dan kinerja yang harus selalu didorong untuk mencegah kolusi dan nepotisme. "Apalagi SDM yang direkrut itu bukan berbasis sistem merit, ini akan menimbulkan masalah dan oleh karena itu transparansi perlu untuk mencegah nepotisme dan pengawasan secara terus menerus," katanya.


You Might Also Like