Pakar UGM mengungkap dampak kenaikan suhu bumi pada ketahanan pangan nasional dan solusi mitigasinya.
Dampak Kenaikan Suhu Bumi pada Pertanian
Perubahan iklim yang ditandai dengan kenaikan suhu bumi menjadi ancaman serius bagi sektor pertanian, terutama tanaman pangan. Data dari Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menunjukkan bahwa pada tahun 2024, suhu global naik sebesar 1,5 derajat Celsius dibandingkan era pra-industri. Jika tidak segera ditanggulangi, kondisi ini dapat memperburuk krisis pangan di masa depan, memperlebar kesenjangan sosial-ekonomi, serta mengancam ketahanan pangan nasional.
Pakar UGM, Bayu Dwi Apri Nugroho, menjelaskan bahwa kenaikan suhu berdampak negatif terhadap tanaman pangan. Banyak tanaman mengalami gagal panen akibat suhu yang meningkat, penyebaran hama penyakit yang lebih luas, serta gangguan metabolisme tanaman. Semua komoditas pertanian terdampak, karena setiap tanaman memiliki kondisi lingkungan ideal untuk tumbuh optimal.
Strategi Mitigasi dan Adaptasi
Perubahan suhu bumi tidak hanya berdampak pada pertumbuhan tanaman tetapi juga mengganggu pola tanam dan masa panen petani. Bayu menjelaskan bahwa peningkatan suhu membuat petani harus menyesuaikan komoditas yang ditanam dengan varietas yang lebih tahan terhadap suhu tinggi dan tidak membutuhkan banyak air. Dengan suhu yang lebih tinggi, tanaman membutuhkan lebih banyak air, sehingga jadwal tanam dan panen menjadi tidak menentu.
Kenaikan suhu bumi juga berdampak pada kualitas hasil panen, memengaruhi nilai ekonomi serta aspek gizi dari hasil pertanian. Suhu tinggi dapat menyebabkan perubahan dalam pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman, seperti penundaan atau percepatan berbunga, serta perubahan ukuran dan kualitas buah atau biji yang dihasilkan.
Dari sisi kandungan nutrisi, peningkatan suhu dapat menyebabkan penurunan kadar protein dan nitrogen pada tanaman seperti kedelai. Selain itu, peningkatan suhu juga bisa mempercepat proses pematangan tanaman secara tidak normal, yang berujung pada penurunan kualitas rasa, aroma, serta ketahanan hasil panen terhadap penyimpanan dan distribusi.
Penurunan produksi tanaman pangan akan berdampak pada ketahanan pangan nasional secara signifikan. Bayu menekankan bahwa pangan adalah penentu stabilitas suatu negara, karena ketersediaannya sangat memengaruhi kesejahteraan rakyat dan stabilitas ekonomi nasional. Jika produksi menurun drastis, pemerintah harus segera mengambil langkah-langkah strategis untuk mencukupi stok pangan.
Bayu menekankan bahwa langkah utama dalam menghadapi dampak perubahan iklim adalah dengan reboisasi dan adaptasi dalam sistem pertanian. Hal ini bisa dilakukan melalui adaptasi dengan menanam varietas yang lebih toleran terhadap suhu tinggi dan mengurangi ketergantungan pada tanaman yang membutuhkan banyak air. Inovasi dan teknologi pertanian juga berperan penting dalam menghadapi tantangan ini.
Dalam menghadapi ancaman terhadap ketahanan pangan, akademisi dan pemerintah memiliki peran penting. Menurut Bayu, akademisi harus terus mengembangkan varietas yang lebih tahan terhadap suhu tinggi, sementara pemerintah perlu meningkatkan pendampingan bagi petani agar mereka dapat menyesuaikan jadwal dan pola tanam.
Penyuluhan mengenai teknik bertani yang lebih adaptif, seperti hidroponik dan pemanfaatan lahan pekarangan, juga harus diperkuat. Jika langkah-langkah adaptasi yang sesuai dengan kondisi lingkungan dapat diterapkan secara efektif, maka sektor pertanian Indonesia akan memiliki peluang besar untuk bertahan menghadapi tantangan akibat perubahan iklim.
Dengan begitu, ketahanan pangan nasional dapat tetap terjaga dalam jangka panjang, baik dari segi ketersediaan bahan pangan, distribusi yang merata ke seluruh daerah, maupun kualitas hasil pertanian yang dapat dinikmati oleh seluruh lapisan masyarakat di negeri ini.