Minimnya Partisipasi Publik dalam Kebijakan: Tantangan dan Solusi

image

Partisipasi publik dalam kebijakan dinilai minim, memicu protes dan tantangan bagi pemerintah.

Pentingnya Partisipasi Publik dalam Kebijakan

Tingkat partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan atau peraturan perundang-undangan di Indonesia masih dinilai sangat minim. Hal ini seringkali menyebabkan kebijakan yang dipublikasikan menimbulkan gelombang protes dari masyarakat, bahkan berpotensi untuk dibatalkan. Oleh karena itu, diperlukan upaya strategis dan sistematis dari pemerintah untuk memperluas partisipasi publik.

Diskusi bertajuk “Jalan Panjang Demokrasi: Kebijakan Tanpa Kebajikan” yang diadakan di Fisipol UGM menyoroti isu ini. Diskusi tersebut menghadirkan beberapa pembicara, termasuk Dosen Hukum Tata Negara Dr. Zainal Arifin Mochtar, yang menekankan bahwa proses demokratisasi dapat berjalan dengan baik apabila negara melibatkan partisipasi publik dalam perumusan kebijakan.

Strategi Memperluas Partisipasi Publik

Zainal Arifin Mochtar menegaskan bahwa tingkat partisipasi publik adalah aspek yang membedakan sistem demokrasi dengan sistem pemerintahan lainnya. Kebijakan yang didukung publik biasanya lebih tahan lama dan berkelanjutan. Namun, di Indonesia, hal ini belum dijalankan dengan baik.

Praktik demokrasi di tingkat Mahkamah Konstitusi dan pembuatan undang-undang juga belum sepenuhnya melibatkan masyarakat. Pemerintah sering kali mengambil langkah 'pemadam kebakaran' dengan merumuskan kebijakan tanpa melibatkan masyarakat, yang kemudian menimbulkan protes dan akhirnya dibatalkan.

Dedek Prayudi, Juru Bicara Kantor Komunikasi Presiden, menyatakan bahwa pemerintah sebenarnya telah memberikan ruang bagi partisipasi publik dalam proses perumusan kebijakan. Namun, contoh kasus kenaikan pajak 12% menunjukkan bahwa komunikasi dan pertimbangan publik masih perlu ditingkatkan.

Media Wahyudi Askar menilai pemerintahan saat ini memiliki gaya berbeda dalam merumuskan kebijakan. Idealnya, perumusan kebijakan diawali dengan perencanaan dan pertimbangan publik sebelum implementasi. Namun, saat ini sering kali dimulai dengan instruksi, langsung implementasi, dan baru menunggu reaksi publik.

Efisiensi anggaran oleh pemerintah juga dipertanyakan, terutama terkait dengan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Meskipun pemerintah menjelaskan bahwa efisiensi ditujukan untuk mengelola program ini, ada keraguan tentang sejauh mana masyarakat dilibatkan dalam kebijakan tersebut.

Untuk meningkatkan partisipasi publik, pemerintah perlu melakukan komunikasi yang lebih baik dengan masyarakat. Ini termasuk memberikan informasi yang jelas dan transparan mengenai perumusan kebijakan serta mempertimbangkan kebutuhan masyarakat dalam setiap keputusan yang diambil.

Partisipasi publik yang lebih luas tidak hanya akan meningkatkan legitimasi kebijakan, tetapi juga membantu menciptakan kebijakan yang lebih efektif dan berkelanjutan. Dengan melibatkan masyarakat, pemerintah dapat memastikan bahwa kebijakan yang diambil benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi publik.

Selain itu, pemerintah juga perlu mengedukasi masyarakat tentang pentingnya partisipasi dalam proses pengambilan kebijakan. Ini dapat dilakukan melalui berbagai program sosialisasi dan pendidikan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.

Dengan demikian, partisipasi publik yang lebih baik dapat tercapai, dan kebijakan yang dihasilkan akan lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat. Ini adalah langkah penting menuju demokrasi yang lebih matang dan berkelanjutan di Indonesia.


You Might Also Like