Diskusi tentang peran militer dalam politik Indonesia dan pentingnya menjaga supremasi sipil.
Peningkatan Peran Militer dalam Ruang Publik
Menguatnya peran militer dan kepolisian dalam ruang publik dan pemerintahan sipil menjadi isu hangat yang terus diperbincangkan. Sejak disahkannya revisi UU TNI, tanda-tanda kembalinya pengaruh militer dalam politik dan ruang sipil semakin nyata. Diskusi bertajuk “Kembalinya Sejarah Berseragam” di UGM menjadi ajang pembahasan penting mengenai isu ini.
Diskusi ini diselenggarakan oleh Departemen Sosiologi UGM dan UI, serta Social Research Center (SOREC), menghadirkan pembicara seperti Dr. Arie Sujito, Tapiheru Joash Elisha Stephen, Ph.D., Dra. Jaleswari Pramodhawardani, M.Hum., Prof. Dr. Iwan Gardono S., dan Najib Azca, Ph.D. Mereka membahas dampak dari revisi UU TNI terhadap demokrasi di Indonesia.
Supremasi Sipil dan Tantangan Demokrasi
Wakil Dekan Fisipol UGM, Prof. Dr. Poppy Sulistyaning Winanti, menekankan bahwa meskipun RUU TNI sudah disetujui, kritik terkait 'kembalinya seragam' dalam arena sosial dan politik tidak boleh terhenti. Arie Sujito mengingatkan pentingnya supremasi sipil pasca reformasi 1998, yang menghapus dwi fungsi ABRI dan melarang militer berpolitik.
Arie menyoroti bahwa demokrasi memburuk karena reformasi sektor pertahanan dan keamanan belum sepenuhnya terwujud. Pengaruh informal dan pengawasan sipil yang lemah menjadi faktor penyebab. Ia menekankan pentingnya partisipasi semua pihak untuk menyelamatkan demokrasi agar peristiwa lampau tidak terulang.
Tapiheru Joash Elisha Stephen menyatakan bahwa reformasi hanya berhasil pada aspek kelembagaan, tetapi gagal membangun legitimasi dan penghayatan warga negara terhadap nilai-nilai publik. Akibatnya, muncul masalah seperti remiliterisasi dan lemahnya kontrol sipil.
Jaleswari Pramodhawardani menyampaikan kekhawatirannya terhadap kemunduran demokrasi yang ditandai dengan kembalinya peran militer dan kepolisian dalam urusan sipil. Data menunjukkan publik puas dengan keamanan meski demokrasi menurun, yang dimanfaatkan elite untuk mendorong regulasi kontroversial.
Iwan Gardono menegaskan bahwa reformasi berhasil memisahkan TNI dan Polri serta membatasi peran politik militer. Namun, lemahnya pengawasan publik dan akuntabilitas yang rendah dapat membuka celah penyalahgunaan kekuasaan. Partisipasi aktif masyarakat sipil menjadi kunci menjaga demokrasi.
Najib Azca menyoroti kegagalan mereformasi partai politik sebagai akar banyak permasalahan, termasuk revisi UU TNI dan Polri. Masyarakat masih menerima militer dalam jabatan sipil, menunjukkan kuatnya budaya militerisme. Diperlukan penguatan warga negara dan reformasi politik jangka panjang untuk menjaga demokrasi.