Indeks Persepsi Korupsi Indonesia masih rendah, akibat lemahnya reformasi kelembagaan dan budaya korupsi yang mengakar.
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia: Sebuah Gambaran
Korupsi adalah salah satu tantangan terbesar dalam pembangunan di Indonesia. Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2024 yang dirilis oleh Transparency International Indonesia (TII) menunjukkan bahwa meskipun ada peningkatan tiga poin menjadi 37, Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya seperti Singapura, Malaysia, dan Vietnam. Ini menandakan bahwa reformasi birokrasi dan transparansi dalam tata kelola pemerintahan masih menjadi tantangan utama.
Menurut Rimawan Pradiptyo, pakar dari Universitas Gadjah Mada, lemahnya reformasi kelembagaan adalah salah satu hambatan utama dalam pemberantasan korupsi di Indonesia. Kualitas kelembagaan yang buruk sering kali menghambat upaya pencegahan dan penindakan korupsi. Selain itu, penurunan independensi Aparat Penegak Hukum (APH) juga mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap lembaga seperti KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian.
Budaya Korupsi yang Mengakar
Budaya korupsi yang mengakar dalam masyarakat dan dunia usaha juga menjadi tantangan besar. Korupsi tidak hanya terjadi di sektor pemerintahan tetapi juga dianggap biasa dalam dunia usaha. Sejak 2012, CPI Indonesia diukur dengan tujuh indikator utama, namun pada 2024, TII kembali memasukkan indikator dari World Economic Forum (WEF) yang sebelumnya tidak digunakan.
Rimawan menjelaskan bahwa meskipun ada kenaikan skor CPI, jika menggunakan metode pengukuran yang konsisten dengan tahun sebelumnya, skor CPI 2024 seharusnya tetap di angka 34 atau 35. Ini menunjukkan bahwa tidak ada perubahan signifikan dalam pemberantasan korupsi di Indonesia.
Untuk meningkatkan CPI Indonesia secara signifikan, Rimawan merekomendasikan untuk memperkuat reformasi birokrasi, menjamin independensi APH, serta meningkatkan partisipasi publik dan dunia usaha dalam pelaporan dan pencegahan korupsi. Reformasi kelembagaan dan komitmen kuat dari semua pihak sangat dibutuhkan untuk menciptakan Indonesia yang lebih bersih dan transparan.
Berbeda dengan kejahatan lain, korupsi sering kali melibatkan pihak-pihak yang sama-sama diuntungkan, sehingga mengukur tingkat korupsi tidaklah mudah. Metode pengukuran korupsi mengandalkan berbagai indikator dari lembaga internasional seperti WEF, Economist Intelligence Unit (EIU), dan World Justice Project (WJP).
Dengan adanya tantangan ini, penting bagi Indonesia untuk terus berkomitmen dalam reformasi kelembagaan dan mengubah budaya korupsi yang telah mengakar. Hanya dengan upaya bersama dari pemerintah, swasta, dan masyarakat sipil, Indonesia dapat mencapai tingkat transparansi dan integritas yang lebih baik.