Antisipasi Kenaikan Harga Gula Akibat Penghentian Impor

image

Pemerintah perlu strategi jitu untuk mengatasi kenaikan harga gula akibat penghentian impor.

Penghentian Impor dan Dampaknya

Pemerintah Indonesia kini tengah berupaya meningkatkan ketahanan pangan dengan mengurangi ketergantungan pada produk impor. Salah satu langkah yang diambil adalah menghentikan impor empat komoditas utama, termasuk gula. Meskipun langkah ini bertujuan baik, risiko inflasi harga, terutama pada gula, menjadi perhatian utama. Sebelumnya, impor gula mencapai 3,5 juta ton per tahun, lebih tinggi dibandingkan impor beras yang mencapai 3 juta ton per tahun.

Menurut Prof. Subejo dari Universitas Gadjah Mada, penghentian impor tanpa peningkatan kapasitas produksi nasional dapat mengakibatkan instabilitas harga dan krisis pangan. Faktor seperti perubahan iklim, bencana, dan hambatan perdagangan global harus diantisipasi untuk memastikan produksi nasional yang berkelanjutan.

Strategi Meningkatkan Produksi Lokal

Pada tahun 2023, pemerintah telah menurunkan kuota impor gula sebesar satu juta ton, yang langsung memicu kenaikan harga akibat kelangkaan. Tahun ini, kuota Gula Kristal Putih untuk industri dikurangi hingga 3,4 juta ton, dan impor gula konsumsi dihentikan sepenuhnya. Menurut Subejo, peningkatan produksi lokal harus segera dilakukan untuk mencegah inflasi, terutama menjelang bulan puasa.

Untuk mencapai swasembada pangan, peningkatan kapasitas produksi lokal harus dilakukan secara bertahap dan terintegrasi. Jika impor dikurangi 50%, produksi harus meningkat 10% dan dilanjutkan secara bertahap selama tiga hingga empat tahun ke depan. Ketika produksi nasional dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri, barulah swasembada pangan dapat tercapai.

Namun, tantangan besar masih ada, terutama dampak perubahan iklim yang mengancam hasil panen tebu. Hal ini dapat membuat petani enggan menanam tebu. Pemerintah perlu menjamin harga dari petani hingga konsumen agar tetap stabil. Saat ini, harga produsen ditetapkan Rp14.500 per kilogram dan harga konsumen Rp17.500-18.500.

Selain itu, Subejo menyarankan pemanfaatan lahan kering untuk penanaman tebu. Indonesia memiliki lahan kering yang belum dimanfaatkan secara optimal. Inovasi yang tepat dapat mengembangkan tebu di lahan kering. Pengembangan sistem perkebunan tebu yang meningkatkan produktivitas juga diperlukan.

Langkah strategis ini dapat didorong melalui riset dan inovasi teknologi. Dukungan tata kelola yang baik dan peningkatan kapasitas SDM, termasuk petani tebu dan pendampingan, sangat penting. Untuk mengendalikan harga pasar, BULOG harus memperbaiki sistem rantai pasok dari produsen ke konsumen agar stabilitas harga terjaga.


You Might Also Like