Empati berasal dari kata empatheia yang berarti ikut merasakan. Istilah ini, pada awalnya digunakan oleh para teoritikus estetika untuk pengalaman subjektif orang lain.
Kemudian pada tahun 1920-an seorang ahli psikologi Amerika, E. B. Tichener, untuk pertama kalinya menggunakan istilah mimikri motor untuk istilah empati.
Istilah Tichener menyatakan bahwa empati berasa dari peniruan secara fisik atas beban orang lain yang kemudian menimbulkan perasaan serupa dalam diri seseorang.
Gagasan bahwa empati menuntut tindakan berbagi emosi memiliki riwayat yang panjang dalam psikologi.
Suatu teori paling awal, William Mc Dougall, pada tahun 1908 mengusulkan bahwa selama simpati, keadaan fisik orang pertama dibangkitkan dalam fisik orang kedua, setelah 80 tahun Leslie Brothers mengajukan pendapat bahwa memahami emosi orang lain menuntut bahwa kita mengalami emosi yang sama dengan kadar tertentu.
Pada 1992 Robert Levenson dan Anna Reuf, melaporkan kemiripan detak jantung pada partner-partner yang memiliki diskusi emosi mengajukan pendapat bahwa kemiripan fisiologis ini bisa menjadi basis empati.
Pengertian Empati Menurut Para Ahli
1. Patton
Menjalin sebuah relasi yang akrab, hingga bisa memahami perasaan orang lain membutuhkan waktu dan proses. Meskipun tidak mudah, seseorang harus melakukannya demi memiliki rasa kasih dan memperhatikan orang yang dituju. “Memposisikan diri pada posisi orang lain.”
2. Chaplin
Mampu memproyeksikan perasaan diri pada suatu kejadian atau objek, karya estetis dan realisasi pada kebutuhan, hingga penderitaan orang lain.
3. Al Barry dan Partanto
Sikap keaktifan otot-otot atau perasaan yang dialami manusia ketika menghadapi benda-benda atau manusia, kemudian bersatu dengan mereka pada waktu tertentu dan mengadakan respon saat menyertai mereka.
4. E. B. Titchener
Perasaan yang timbul akibat peniruan secara fisik, yang akhirnya mampu menciptakan perasaan yang sama.
Perkembangan Empati
Hoffman mengemukakan bahwa perkembangan empati terbagi dalam tiga tingkatan di masa perkembangan individu, yaitu:
1. Pada umur satu tahun, anak-anak mulai memahami dirinya apabila melihat anak lain jatuh dan menangis.
2. Pada awal usia dua tahun, anak-anak mulai memahami bahwa perasaan orang lain berbeda dengan perasannya, sehingga, anak lebih peka terhadap syarat-syarat yang mengungkapkan perasaan orang lain.
3. Pada akhir masa anak-anak, anak dapat merasakan kesengsaraan suatu kelompok masyarakat, misalnya kaum miskin, kaum yang tertindas, atau mereka yang secara sosial terkucil di tengah-tengah masyarakat.
Maurice pun berpendapat bahwa perkembangan empati akan berjalan dengan baik bila didukung oleh lingkungan tempat tinggal, termasuk bagaimana seseorang bersosialisasi dengan temannya.
Ciri-Ciri Empati
Menurut Golleman pula, ada 3 ciri-ciri kemampuan empati yang harus dimiliki sebagai bagian dari kecerdasan emosional, antara lain:
1. Mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik; artinya, seorang individu harus mampu memberi perhatian dan menjadi pendengar yang baik bagi segala permasalahan yang diungkapkan orang lain kepadanya.
2. Menerima sudut pandang orang lain; artinya, individu mampu memandang permasalahan dari titik pandang orang lain sehingga akan menimbulkan toleransi dan kemampuan dalam menerima segenap perbedaan.
3. Peka terhadap perasaan orang lain; artinya, individu mampu membaca perasaan orang lain dari isyarat verbal dan non-verbal, seperti nada bicara, ekspresi wajah, gerak-gerik, dan bahasa tubuh orang lain.
Inti empati adalah mendengarkan dengan telinga secara baik dan tepat. Mendengarkan dengan baik diperlukan secara mutlak demi keberhasilan suatu aktivitas.
Orang yang tidak dapat mendengarkan pembicaraan orang lain dengan baik adalah orang yang acuh tak-acuh dan tak peduli pada orang lain, yang pada gilirannya akan menyebabkan orang lain enggan berkomunikasi lagi dengannya.
Faktor yang Mempengaruhi
Empati Hoffman mengemukakan bahwa, faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam menerima dan memberi empati, adalah sebagai berikut:
a. Sosialisasi
Sosialisasi dapat mempengaruhi empati melalui permainanpermaianan yang memberikan peluang kepada anak untuk mengalami sejumlah emosi, membantu untuk lebih berpikir dan memberikan perhatian kepada orang lain, serta lebih terbuka terhadap kebutuhan orang lain sehingga akan meningkatkan kemampuan berempatinya.
Model atau peragaan yang diberikan pada anak-anak tidak hanya dapat menimbulkan respon prososial, tetapi juga dapat mengembangkan perasaan empati dalam diri anak.
b. Mood dan Feeling
Apabila seseorang dalam situasi perasaan yang baik, maka dalam berinteraksi dan menghadapi orang lain ia akan lebih baik dalam menerima keadaan orang lain.
c. Proses Belajar dan Identifikasi
Dalam proses belajar, seorang anak membutuhkan responrespon khas, dari situasi yang khas, yang disesuaikan dengan peraturan yang dibuat oleh orang tua atau penguasa lainnya. Apa yang telah dipelajari anak di rumah pada situasi tertentu, diharapkan dapat pula diterapkan olehnya pada waktu yang lebih luas di kemudian hari.
d. Situasi atau Tempat
Pada situasi tertentu seseorang dapat berempati lebih baik dibandingkan dengan situasi yang lain. Hal ini disebabkan situasi dan tempat yang berbeda dapat memberikan suasana yang berbeda pula. Nah, suasana yang berbeda inilah yang dapat meninggi-rendahkan empati seorang anak.
e. Komunikasi dan Bahasa
Komunikasi dan Bahasa sangat mempengaruhi seseorang dalam mengungkapkan dan menerima empati. Ini terbukti dalam penyampaian atau penerimaan bahasa yang disampaikan dan diterima olehnya.
Bahasa yang baik akan memunculkan empati yang baik. Sedangkan komunikasi dan bahasa yang buruk akan menyebabkan lahirnya empati yang buruk.
f. Pengasuhan
Lingkungan yang berempati dari suatu keluarga sangat membantu anak dalam menumbuhkan empati dalam dirinya.
Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang broken home atau dibesarkan dalam kehidupan rumah yang penuh cacian dan makian dan persoalan dapat dipastikan akan menumbuhkan empati buruk pula dalam diri si anak.
Sebaliknya, pengasuhan dalam suasana rumah yang baik akan menyebabkan empati anak tumbuh dengan baik pula.
Manfaat Empati
Dengan memiliki empati yang tinggi, seseorang akan mendapatkan manfaatnya seperti di bawah ini:
1. Disukai Orang Sekitar
Dengan berempati, seseorang dapat menghasilkan emosi atau aura yang positif. Hidup akan menjadi lebih bahagia dengan orang-orang sekitar yang merasakan rasa kasih sayang dan belas kasih.
2. Menjauhkan Diri Dari Sikap Egois
Rasa belas kasih akan menjauhkan hati dari rasa iri, egois, dan tinggi hati. Keburukan tersebut tentu tidak baik untuk diri sendiri bisa menimbulkan stress, ambisi yang tinggi, bahkan kebohongan.
Permusuhan dengan orang lain dapat membuat hari-hari menjadi buruk. Hidup menjadi tidak sehat.
3. Memperoleh Kebaikan
Dengan sikap peduli dan aksi dalam membantu orang lain, seseorang akan menjadi pribadi yang lebih baik. Tuhan dan sesama manusia akan membalasnya dengan sesuatu yang baik pula. Kehidupan akan dipermudahkan dan tidak dipenuhi oleh masalah.