Aksi Tolak RUU TNI: Suara Dosen dan Mahasiswa UGM

image

Dosen dan mahasiswa UGM menolak RUU TNI yang dianggap mengembalikan dwifungsi militer.

Aksi di Balairung UGM: Simbol Keprihatinan

Ratusan mahasiswa dan dosen Universitas Gadjah Mada berkumpul di halaman Balairung, Gedung Pusat UGM, Selasa (18/3), untuk menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) TNI. Dengan pakaian bernuansa gelap, mereka menyampaikan orasi dan aspirasi, menyoroti potensi RUU ini mengembalikan Dwifungsi ABRI seperti di era Orde Baru, di mana militer memegang kendali selama 32 tahun.

Dr. Herlambang Wiratman, dosen Fakultas Hukum UGM, menegaskan bahwa RUU TNI mengikis supremasi sipil dalam demokrasi dengan memasukkan militer dalam jabatan sipil. Ia mengkritik proses pembentukan RUU yang tidak melibatkan partisipasi publik dan tidak memiliki urgensi, mengingat ada 41 Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang lebih prioritas.

Suara Akademisi dan Mahasiswa: Menjaga Reformasi

Achmad Munjid, Ph.D., dosen Fakultas Ilmu Budaya UGM, juga menyuarakan kekhawatiran terhadap agenda tersembunyi untuk mengembalikan dwifungsi TNI. Ia mengajak masyarakat untuk terus mengawal proses RUU ini agar militer tidak masuk ke ranah sipil.

Markus Togar Wijaya, mahasiswa FH UGM, merasa proses pembahasan RUU ini mengkhianati hukum dan amanat reformasi. Ia menekankan pentingnya peran mahasiswa dalam mengawal proses hukum ini dan mengajak masyarakat untuk lebih sadar akan momentum penting yang perlu dijaga.

Rektor Universitas Islam Indonesia (UII), Fathul Wahid, juga hadir dalam aksi tersebut, menyatakan UII siap menolak RUU TNI. Penolakan ini didasari oleh sejarah dwifungsi TNI di masa Orde Baru yang menimbulkan represi terhadap sipil.

Aksi ini menghasilkan lima tuntutan utama: pertama, membatalkan revisi UU TNI yang tidak transparan dan mengabaikan suara publik; kedua, menjunjung tinggi konstitusi dan menolak dwifungsi TNI/Polri; ketiga, mendorong reformasi internal TNI/Polri untuk memulihkan kepercayaan publik; keempat, mendesak insan akademik menolak sikap yang melemahkan demokrasi; dan kelima, mendukung masyarakat sipil dalam menjaga Agenda Reformasi.


You Might Also Like