Kisah inspiratif Meriel dan Meidelyine, dua putri Papua yang berhasil meraih gelar sarjana di UGM dengan bantuan beasiswa ADik.
Meriel Tosca: Perjuangan dan Kebanggaan
Meriel Tosca tidak bisa menyembunyikan kebahagiaannya setelah mengikuti prosesi wisuda sarjana di Universitas Gadjah Mada (UGM). Dengan senyum yang terus mengembang, Meriel menjadi salah satu dari 1.408 lulusan yang diwisuda pada hari itu. Ia adalah lulusan dari Fakultas Psikologi, dan merupakan satu-satunya mahasiswa dari Papua yang berhasil menyelesaikan studi di fakultas tersebut berkat beasiswa Afirmasi Pendidikan Tinggi (ADik) dari Kemendikti.
Meriel berasal dari Kota Sorong, Papua Barat Daya. Ia mengaku sangat bersyukur atas kesempatan yang diberikan oleh Kemendikti dan UGM. “Saya berterima kasih kepada Kemendikti dan UGM yang telah membantu perkuliahan saya sebagai mahasiswa Fakultas Psikologi dan nantinya bisa untuk membangun tanah Papua,” ucap Meriel dengan penuh haru.
Perbedaan budaya antara Papua dan Jawa sempat menjadi tantangan bagi Meriel. Ia harus beradaptasi dengan lingkungan baru, termasuk mengubah nada bicaranya agar lebih halus dan tenang saat berinteraksi dengan teman-teman dari daerah lain. “Akhirnya saya mengubah karakter saya menjadi lebih halus dan tenang dalam menyampaikan sesuatu,” kenangnya.
Meriel percaya bahwa setiap orang ditempatkan di suatu tempat dengan rencana Tuhan yang menyertainya. “Saya bersyukur, apa yang saya dapat sekarang ini adalah rancangan dari Tuhan,” katanya dengan penuh keyakinan.
Meidelyine Ayomi: Semangat Tak Kenal Lelah
Selain Meriel, Meidelyine Ayomi juga mendapatkan beasiswa ADik Kemendikti. Ia adalah mahasiswa Prodi Perencanaan Wilayah dan Kota di Fakultas Teknik UGM. Berasal dari Papua, Meidelyine mendapatkan informasi tentang beasiswa ini dari SMA Negeri 3 Jayapura, sekolah asalnya.
Semangat Meidelyine dalam menuntut ilmu terbayar lunas saat ia berhasil mengamankan kursi di UGM. Namun, perjalanan kuliahnya tidak selalu mulus. Ia menghadapi tantangan dalam mengikuti tempo kuliah yang cepat, terutama karena ia harus menjalani praktik-praktik lapangan yang menjadi bagian dari kurikulumnya.
Perbedaan kualitas pendidikan antara Papua dan Jawa juga menjadi tantangan tersendiri bagi Meidelyine. Namun, ia tidak menyerah. “Untuk menghadapi tantangan tersebut, saya terus bertanya kepada rekan-rekannya dan aktif mengikuti tutorial,” ujarnya.
Setelah berhasil menyelesaikan pendidikan S1, Meidelyine berharap bisa melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi dan mendalami bidang urban planning. Ia juga memberikan pesan kepada mahasiswa asal daerah 3T lainnya untuk tetap semangat dan tidak ragu meminta bantuan. “Tetap semangat, apabila terdapat kesulitan jangan lupa untuk bertanya kepada orang lain,” pungkasnya.
Kisah Meriel dan Meidelyine adalah contoh nyata bahwa dengan tekad dan bantuan yang tepat, tidak ada yang tidak mungkin. Mereka adalah inspirasi bagi generasi muda Papua dan daerah 3T lainnya untuk terus berjuang meraih mimpi.