RUU Sisdiknas diharapkan mampu menyesuaikan proyeksi pendidikan dan sinkronisasi kebijakan untuk masa depan yang lebih baik.
Perubahan UU Sisdiknas: Tantangan dan Harapan
DPR saat ini tengah menginisiasi perubahan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas). Langkah ini dianggap penting untuk menyelaraskan kebijakan pendidikan dengan tantangan dan perkembangan zaman. Namun, inisiatif ini juga menimbulkan pertanyaan besar terkait keterwakilan publik dalam proses penyusunannya.
Agustina Kustulasari, pakar kebijakan pendidikan dari Fisipol UGM, menekankan pentingnya pendekatan demokratis dan teknokratis dalam perumusan kebijakan pendidikan. Pendekatan demokratis mengutamakan suara masyarakat, sementara pendekatan teknokratis bergantung pada keahlian pakar. Kedua pendekatan ini harus dipertimbangkan oleh DPR dan pemerintah karena dampak UU Sisdiknas sangat besar terhadap sistem pendidikan nasional dalam jangka panjang.
Agustina menyoroti rencana sentralisasi pengelolaan guru dalam rancangan UU tersebut. Menurutnya, desentralisasi lebih masuk akal karena pemerintah daerah lebih memahami kondisi dan kebutuhan guru di wilayah masing-masing. Namun, desentralisasi juga membawa tantangan dalam standarisasi kualitas pendidikan.
Sinkronisasi Kebijakan Pendidikan
Salah satu tantangan terbesar adalah pengkodifikasian delapan kebijakan pendidikan yang sudah ada agar lebih sinkron. Tujuan sinkronisasi ini adalah mengurangi kontradiksi dalam regulasi sehingga implementasi kebijakan menjadi lebih efektif. Agustina menekankan pentingnya mengurangi inkonsistensi antara satu aturan dengan aturan lainnya.
Ia juga mengingatkan agar pembuat kebijakan tidak terjebak dalam tren sesaat tanpa mempertimbangkan dampak jangka panjang. Sebuah UU harus merespons kebutuhan fundamental, bukan sekadar isu yang sedang viral. Penting untuk tetap kritis terhadap berbagai indikator global seperti hasil PISA.
Partisipasi publik dalam perumusan kebijakan dapat terpenuhi jika DPR mendengarkan dan memahami kebutuhan masyarakat. Konsultasi langsung dengan konstituen menjadi penting, terutama dalam upaya pemerataan akses pendidikan di daerah 3T (terdepan, terluar, tertinggal).
Agustina menilai UU yang baru harus mempertimbangkan capaian yang sudah ada dan membangun strategi berbasis riset. Di tengah pergantian kepemimpinan yang sering terjadi, penting untuk merancang UU dengan narasi besar yang tidak mudah terpengaruh oleh dinamika politik.
UU Sisdiknas harus memiliki level abstraksi yang memungkinkan adaptasi tanpa kehilangan arah utama. Meskipun ada perubahan kepemimpinan, kebijakan tetap bisa dijalankan dengan baik. Agustina berharap UU Sisdiknas yang baru nanti tidak mengabaikan capaian yang sudah ada, tetapi justru menjadikannya sebagai pembelajaran.
Pentingnya membangun proyeksi pendidikan Indonesia menuju 2045 juga ditekankan. Pendidikan harus mendukung visi Indonesia Emas 2045 dengan pendekatan yang realistis dan berangkat dari akar permasalahan yang nyata.