Kisah Inspiratif Fendryan Gabriel: Dari Anak Migran NTT Hingga Sarjana UGM

image

Perjalanan Fendryan Gabriel, anak pekerja migran asal NTT, meraih gelar sarjana di UGM dengan tekad dan semangat juang yang luar biasa.

Perjalanan Awal Fendryan Gabriel

Fendryan Gabriel, seorang pemuda asal Nusa Tenggara Timur, lahir di Sabah, Malaysia. Meski berasal dari keluarga migran dengan keterbatasan ekonomi, ia tidak pernah menyerah untuk menggapai impiannya melanjutkan pendidikan tinggi. Dari kecil hingga remaja, keluarganya sering berpindah tempat tinggal, memberikan Fendi pengalaman unik mengenal budaya dan karakter masyarakat yang berbeda.

Setelah menyelesaikan pendidikan dasar dan menengah pertama di Sekolah Indonesia Kota Kinabalu (SIKK), Malaysia, Fendi melanjutkan pendidikan menengah atas di SMKN 2 Simpang Empat, Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan. Meski telah kembali ke tanah air, Fendi merasa seperti orang asing di negeri sendiri. Namun, ia tidak membiarkan latar belakang pendidikan orang tua yang terbatas meredam impiannya.

Menemukan Jalan Menuju UGM

Di tengah keterbatasan akses informasi tentang pendidikan tinggi, Fendi tetap gigih berusaha. Beruntung, beberapa gurunya di SMK yang merupakan lulusan perguruan tinggi di Yogyakarta memberinya inspirasi. Setelah mencari berbagai sumber informasi, ia mantap memilih Universitas Gadjah Mada sebagai tujuan pendidikan tinggi selanjutnya.

Tahun 2019 menjadi titik balik besar ketika ia diterima di Program Studi Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM melalui jalur afirmasi bagi anak-anak TKI. Jalur ini membuka jalan bagi siswa dari latar belakang kurang beruntung untuk bisa mengenyam pendidikan di universitas negeri terkemuka seperti UGM. Ia juga mendapatkan beasiswa Afirmasi Dikti (ADik) dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi Republik Indonesia.

Meski menghadapi berbagai tantangan untuk beradaptasi di Yogyakarta, dukungan teman-teman asrama membuat proses adaptasi berjalan lancar. Suara gamelan di asrama Darmaputera Baciro menjadi salah satu kenangan awal yang membuatnya merasa betah.

Di awal kuliah, Fendi fokus pada rutinitas akademik dan menjadi mahasiswa “kupu-kupu” (kuliah pulang kuliah pulang). Pada tahun 2022, ia mulai aktif dalam berbagai kegiatan kampus, termasuk program pertukaran mahasiswa Kampus Merdeka ke Universitas Al-Washliyah, Medan.

Kegiatan lain yang membentuk karakter kepemimpinannya adalah pengalaman Kuliah Kerja Nyata (KKN), yang mengajarkannya pentingnya inisiatif untuk memulai percakapan dengan orang-orang baru.

Menyelesaikan skripsi menjadi tantangan terbesar yang dihadapinya. Sempat mengganti judul setelah seminar proposal di semester 6, ia butuh dua tahun lebih untuk menyelesaikan skripsi. Ketika ia akhirnya berani membuka komunikasi dengan dosen pembimbing, segalanya mulai berjalan lebih lancar.

Di Semester 11, ia lulus dengan nilai B+ dan judul skripsi ‘Teknik Penerjemahan Nomina Majemuk Bahasa Indonesia pada Artikel Berita Daring Antara News.’

Setelah menyelesaikan pendidikan di UGM, Fendi merasa perjalanan panjang ini memberinya banyak pelajaran. Ia berpesan kepada mahasiswa lain yang masih berjuang menyelesaikan kuliahnya untuk tidak takut memulai tugas akhir penulisan skripsi. Bangun komunikasi dengan teman yang sudah selesai, dengan dosen pembimbing, dan jangan takut untuk salah. Selalu ada ruang untuk memperbaiki, dan pada akhirnya semua ketakutan itu hanya ada di kepala.


You Might Also Like