Prioritas Program MBG untuk Anak Keluarga Kurang Mampu: Efisiensi dan Tantangan
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi oleh pemerintah telah menjadi topik perdebatan hangat di masyarakat. Dengan anggaran awal sebesar 71 triliun rupiah, program ini berpotensi memangkas dana dari sektor lain yang juga penting, seperti pendidikan dan kesehatan.
Risiko Pemborosan dalam Program MBG
Wisnu Setiadi Nugroho, seorang ekonom dari FEB UGM, menyoroti tantangan besar dalam distribusi dan pengadaan bahan makanan untuk program MBG. Program ini bersifat universal, sehingga anak-anak dari keluarga mampu juga mendapatkan manfaat, meskipun mereka tidak membutuhkannya. Hal ini berisiko menyebabkan pemborosan anggaran.
Sulitnya pemantauan kualitas makanan juga menjadi kendala. Menjamin bahwa setiap makanan memenuhi standar gizi dan kualitas yang ditetapkan adalah tantangan tersendiri.
Belajar dari Negara Lain
Wisnu menyarankan agar pemerintah belajar dari negara lain seperti Amerika Serikat, yang telah berhasil menjalankan program serupa. Di AS, program pemberian makan gratis didukung oleh skema Farm to Table dan didanai oleh Sustainable Agriculture Research and Education (SARE). Program ini melibatkan petani, peternak, dan komunitas lokal, sehingga meningkatkan kesejahteraan ekonomi daerah.
Program lain di AS adalah National School Lunch Program (NSLP), yang menyediakan makanan bergizi bagi jutaan anak, terutama dari keluarga berpenghasilan rendah. NSLP menetapkan standar gizi sesuai dengan Healthy, Hunger-Free Kids Act (HHFKA) 2010.
Wisnu mengingatkan bahwa keberhasilan program semacam ini memerlukan pengelolaan yang baik agar tidak merugikan petani kecil dan UMKM lokal. Jika terlalu sentralistik, hanya vendor besar yang akan mendapatkan keuntungan.
Untuk efektivitas yang lebih baik, pemerintah sebaiknya memprioritaskan daerah dan sekolah dengan tingkat food insecurity tertinggi. Dengan anggaran terbatas, fokus sebaiknya pada anak-anak dari keluarga kurang mampu.
Solusi lain termasuk memberikan subsidi bahan pangan bagi keluarga miskin, voucher makanan, atau insentif bagi sekolah untuk menyediakan makanan bergizi dengan pendanaan yang lebih fleksibel.
Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan anggaran sangat penting. Melibatkan audit independen dan masyarakat dalam pengawasan bisa memastikan efektivitas anggaran.
Pendekatan desentralisasi juga bisa menjadi strategi yang efektif, karena pemerintah daerah lebih memahami kebutuhan wilayahnya dan dapat memberdayakan UMKM lokal dalam penyediaan bahan pangan.
Wisnu berpendapat bahwa pemerintah dapat menggunakan skala prioritas anggaran yang lebih baik. Pemangkasan anggaran sebaiknya dilakukan secara hati-hati agar tidak merugikan sektor penting.
Program ini diharapkan tidak hanya menjadi kebijakan populis dalam jangka pendek, tetapi juga mampu menciptakan dampak nyata bagi masyarakat luas.
Wisnu menilai program MBG berpotensi meningkatkan kualitas sumber daya manusia melalui perbaikan gizi dan kesehatan anak. Data menunjukkan bahwa anak-anak yang menerima makanan gratis memiliki ketahanan pangan dan kesehatan yang lebih baik.
Dalam jangka panjang, program ini juga dapat berdampak positif pada produktivitas tenaga kerja. Namun, dampaknya terhadap penanganan stunting masih perlu dikaji lebih lanjut.