Edukasi

Haedar Nashir: Korupsi Tanda Hati yang 'Mati', Al-Qur'an Sebagai Solusi

Korupsi dan Hati yang 'Mati'

Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Dr. H. Haedar Nashir, M.Si., mengungkapkan bahwa para pelaku korupsi sering kali adalah mereka yang memiliki kelebihan dan kesempatan lebih dari orang lain. Sayangnya, kelebihan ini sering disalahgunakan untuk kepentingan pribadi. 'Pikirannya jalan, namun hatinya tidak hidup,' ujar Haedar dalam peringatan Nuzulul Qur’an di UGM.

Menurut Haedar, manusia dengan potensi luar biasa memiliki dua kecenderungan: membangun perdamaian atau merusak. Untuk menghindari kecenderungan merusak, manusia harus merujuk pada kitab suci untuk merenungi tujuan hidup. 'Alquran menjadi sumber arah dan tujuan hidup,' katanya, mengingatkan bahwa semua yang kita raih akan kembali kepada Tuhan.

Peran Al-Qur'an dalam Kehidupan

Haedar menekankan pentingnya membaca Alquran untuk menenangkan hati. 'Dengan sering membaca Alquran, hati bisa 'hidup' kembali,' ujarnya. Ia mengajak umat muslim untuk menjadikan Al-Qur’an sebagai pedoman hidup, baik di level mikro seperti rutinitas sehari-hari, maupun di level makro sebagai kitab peradaban.

Di level makro, Al-Qur’an dapat membangun masyarakat berilmu dan beradab. 'Dengan Qur’an, kita bisa menciptakan tradisi ilmu,' tambah Haedar. Ia menyebutkan bahwa perintah pertama dalam Al-Qur’an adalah membaca, yang mendorong pemikiran mendalam dan pengembangan keilmuan.

Haedar menegaskan bahwa peradaban Islam dibangun atas kesadaran agama yang bersumber dari Al-Qur’an. 'Al-Qur’an menjadi sumber inspirasi lahirnya keilmuan,' ungkapnya.

Rektor UGM, Prof. Dr. Ova Emilia, berharap peringatan Nuzulul Qur’an menjadi momentum refleksi untuk mendekatkan diri kepada Al-Qur’an. 'Semoga kita mampu mengamalkan nilai-nilai Al-Qur’an dalam kehidupan sehari-hari,' tuturnya.