Edukasi

Kritik Budayawan UGM: Visi Indonesia Emas 2045 Abaikan Kebudayaan

Visi Indonesia Emas 2045: Fokus Ekonomi atau Kebudayaan?

Budayawan UGM, Prof. Dr. Aprinus Salam, M.Hum., menyoroti bahwa visi Indonesia Emas 2045 seringkali dipandang dari perspektif politik dan ekonomi, mengabaikan aspek kebudayaan. Menurutnya, visi kebudayaan seharusnya menjadi landasan dalam mencapai Indonesia Emas, dengan menekankan pada kebijakan yang pantas dan kehidupan yang bermartabat.

Aprinus menegaskan bahwa visi kebudayaan adalah tentang menjalani kehidupan sehari-hari dengan mengedepankan kepantasan dan martabat, bukan sekadar menunggu hingga tahun 2045. Hidup yang bermartabat dan pantas seharusnya dimulai dari sekarang, tanpa harus menunggu masa depan yang belum pasti.

Peran Generasi Muda dalam Mewujudkan Indonesia Emas

Diskusi mengenai Indonesia Emas telah berlangsung selama delapan tahun, sejak pertama kali dibahas pada tahun 2017. Namun, Aprinus mengkritik bahwa gagasan ini seringkali hanya dilihat dari sisi politik dan ekonomi, tanpa mempertimbangkan visi kebudayaan. Menurutnya, kalkulasi politik dan ekonomi seperti dorongan untuk bersaing secara global dan meningkatkan taraf ekonomi tidak berkaitan dengan visi kultural.

Aprinus memberikan analogi dengan baju yang ia kenakan. Meskipun terlihat sederhana dan mungkin dianggap murahan, baju tersebut tetap pantas dikenakan. Ini menggambarkan bahwa nilai kebudayaan tidak selalu diukur dari penampilan luar atau prestige ekonomis.

Lebih lanjut, Aprinus menyoroti bahwa tanggung jawab mewujudkan Indonesia Emas sering dibebankan kepada generasi muda. Anak muda seolah dihadapkan pada fantasi yang membuat mereka merasa tertekan untuk mewujudkan visi tersebut dalam 20 tahun ke depan. Padahal, gagasan ini dirancang oleh generasi sebelumnya yang kini memegang otoritas kebijakan.

Aprinus mengajak mahasiswa untuk memperkuat komunitas intelektual demi kehidupan yang lebih bermartabat dan berkualitas. Ia menekankan pentingnya menjaga harga diri dengan mempertahankan kepantasan dan martabat hidup, agar tidak terus-menerus terjebak dalam tekanan visi yang tidak realistis.