Penguatan Kelas Menengah: Kunci Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Pentingnya Kebijakan Berbasis Data
Ekonom UGM, Elan Satriawan, menyoroti pentingnya kebijakan pembangunan berbasis data dan hasil riset dalam membangun ekonomi yang inklusif. Menurutnya, pertumbuhan ekonomi yang tidak inklusif berpotensi memperlebar kesenjangan sosial, alih-alih mengentaskan kemiskinan. Statistik menunjukkan bahwa kelas menengah saat ini rentan turun ke kelas bawah, meskipun belum sepenuhnya jatuh ke dalam kemiskinan. 'Ini tidak bisa dibiarkan,' ujar Elan dalam sesi Diskusi Teras Pusekra UGM yang bertajuk Pertumbuhan Ekonomi Inklusif, Kemiskinan dan Kelas Menengah.
Fokus pada Kesejahteraan Rakyat
Meskipun pertumbuhan ekonomi menjadi prioritas, Elan menekankan bahwa pemerintah harus berorientasi pada kesejahteraan rakyat. Pemerintah harus memastikan pertumbuhan ekonomi tidak hanya terjadi di tingkat makro, tetapi juga mikro dan menengah. 'Tidak hanya memberantas kemiskinan ekstrem, tetapi juga memastikan kelas menengah terus memiliki daya beli yang kuat,' paparnya.
Untuk menjadi negara maju, kebijakan ekonomi harus diarahkan untuk memperkuat kelas menengah. Negara maju memiliki kelas menengah yang kuat dan berkontribusi terhadap ekonomi nasional. Oleh karena itu, kebijakan ekonomi harus difokuskan pada penguatan kelas menengah melalui lapangan kerja yang berkualitas dan akses terhadap peluang ekonomi yang lebih besar.
Elan menyoroti tantangan bagi kelas menengah yang masih bekerja di sektor informal. Mereka sering kali tidak mendapatkan bantuan dari negara, tetapi tetap harus membayar pajak. 'Menurut saya, kelas menengah ini seharusnya menjadi perhatian serius dari pemerintah,' ujarnya.
Elan juga berbagi pengalamannya sebagai bagian dari Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K) di era Presiden SBY dan Jokowi. TNP2K hadir untuk membuat analisis, kajian, dan riset yang menjadi landasan rekomendasi dan masukan yang diberikan ke pemerintah. Tim ini berfungsi sebagai jembatan antara pemerintah selaku pemangku kebijakan dengan think-tank eksternal, baik universitas maupun lembaga penelitian, sebagai produser knowledge dan evidence.
Sejalan dengan fungsi TNP2K, Elan menekankan pentingnya penyusunan kebijakan berbasis bukti. 'Kebijakan-kebijakan memang harus berdasar data, harus berdasarkan evidence, itu mungkin bisa turun kualitasnya kalau ini tidak dilakukan,' ujarnya.
Salah satu contoh kebijakan berbasis bukti yang sukses menurut Elan adalah merombak distribusi program bantuan pangan Raskin. Di masa pemerintahan SBY, Raskin didistribusikan dari pusat ke desa. Hal ini berpotensi membuka celah kecurangan, terutama di tingkat desa.
Selanjutnya, di masa pemerintahan Jokowi, Raskin didistribusikan dalam bentuk voucher atau kupon yang dapat dibeli di warung lokal. Dengan perubahan ini, bantuan dapat disalurkan lebih tepat sasaran, mengurangi potensi penyalahgunaan, dan meningkatkan efektivitas dalam membantu masyarakat miskin.
Hasil evaluasi di American Economic menunjukkan bahwa program ini jauh lebih efektif dibandingkan dengan metode distribusi Raskin sebelumnya, ucap Elan.