Diani Kartini: Dokter yang Mengungkap Larangan Jilbab di RS Medistra

"Diani Kartini, dokter spesialis bedah onkologi, mengungkapkan larangan jilbab di RS Medistra yang memicu protes."

Diani Kartini: Dokter yang Mengungkap Larangan Jilbab di RS Medistra

Daftar Isi

Pengantar

Jakarta,Diani Kartini, seorang dokter spesialis bedah onkologi di RS Medistra, baru-baru ini menjadi sorotan publik setelah mengungkapkan adanya larangan penggunaan jilbab di rumah sakit tempatnya bekerja. Pernyataan ini tidak hanya menarik perhatian, tetapi juga memicu berbagai reaksi dari masyarakat.

Larangan Jilbab di RS Medistra

Diani Kartini menyampaikan protesnya melalui surat yang kini beredar di media sosial. Dalam surat tersebut, ia menilai larangan jilbab sebagai tindakan yang tidak adil dan rasis. Ia menceritakan pengalaman dua temannya yang melamar posisi Dokter Umum di RS Medistra dan ditanya tentang kesediaan mereka untuk melepas jilbab jika diterima. Diani, yang sudah bekerja di rumah sakit tersebut sejak 2010, merasa kecewa dengan kebijakan ini.

Reaksi Publik

Larangan ini mengundang banyak komentar dari masyarakat. Banyak yang berpendapat bahwa kebebasan beragama harus dihormati, termasuk hak untuk mengenakan jilbab. Diani juga menegaskan bahwa banyak rumah sakit lain di Jakarta yang tidak menerapkan larangan serupa, menunjukkan bahwa kebijakan ini tidak umum.

Profil Diani Kartini

Diani Kartini menyelesaikan pendidikan S1 dokter umum di Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo pada tahun 2000. Ia kemudian melanjutkan pendidikan spesialis bedah di Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta pada tahun 2006, dan meraih gelar Doktor di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) pada tahun 2019. Saat ini, Diani menjabat sebagai Dokter Pendidik Klinis di Program Studi Ilmu Bedah FKUI dan merupakan pakar dalam bidang bedah onkologi.

Kesimpulan

Kasus Diani Kartini menyoroti pentingnya diskusi tentang kebebasan beragama dan hak asasi manusia dalam dunia medis. Kebijakan larangan jilbab di RS Medistra perlu dievaluasi agar tidak menimbulkan diskriminasi terhadap tenaga medis yang ingin menjalankan keyakinan mereka.


Baca Berita yang lain di Google News



Our Network