thumb.viva.co.id
Pembangunan Jalan Raya Pos yang menghubungkan Anyer dan Panarukan sejauh 1100 km adalah salah satu proyek monumental yang digagas oleh Gubernur Hindia Belanda, Herman Willem Daendels. Namun, proyek ini tidak lepas dari kontroversi, terutama terkait dengan metode kerja yang digunakan dan pembayaran upah kepada para pekerja.
Selama bertahun-tahun, Daendels dikenal sebagai sosok yang menerapkan sistem kerja rodi, yaitu kerja paksa tanpa imbalan. Namun, seiring berjalannya waktu, muncul klaim bahwa Daendels sebenarnya membayar pekerjanya. Ini menimbulkan pertanyaan besar: Benarkah Daendels membayar gaji para pekerja?
Sejarawan Asvi Warman Adam menegaskan bahwa Daendels memang membayar gaji para pekerja. Penelitian yang dilakukan oleh sejarawan Djoko Marihandono menunjukkan bahwa ada catatan mengenai pembayaran tersebut. Namun, ada dugaan bahwa sebagian dari uang tersebut mungkin telah dikorupsi oleh pihak-pihak tertentu.
Christopher Reinhart, seorang sejarawan dari Nanyang Technological University, menambahkan bahwa meskipun ada anggaran untuk proyek tersebut, tidak ada arsip yang jelas mengenai aliran dana dari Daendels ke bawah. Dia juga menekankan bahwa Daendels dikenal sangat anti-korupsi, sehingga jika ada korupsi di bawah kepemimpinannya, tindakan tegas pasti akan diambil.
Untuk melanjutkan proyek, Daendels mengundang 40 bupati pada tahun 1808 untuk membicarakan masalah pendanaan. Dalam pertemuan tersebut, dia meminta agar hak pajak dari para bupati dialihkan untuk mendanai proyek jalan. Kesepakatan ini kemudian menimbulkan kebingungan mengenai narasi kerja paksa.
Setelah proyek selesai pada tahun 1810, Jalan Raya Anyer-Panarukan tidak hanya berfungsi sebagai jalur transportasi, tetapi juga sebagai sarana pertahanan. Kini, jalan ini dikenal sebagai Jalan Raya Pos dan menjadi bagian penting dari sejarah Indonesia.