Krisis iklim menjadi tantangan besar bagi pembangunan infrastruktur berkelanjutan di Indonesia.
Tantangan Krisis Iklim di Indonesia
Indonesia, sebagai negara kepulauan terbesar dengan lebih dari 17.000 pulau, menghadapi tantangan perubahan iklim yang kompleks. Data dari BMKG menunjukkan peningkatan suhu antara 0,45 hingga 0,75 derajat Celsius. Proyeksi kenaikan permukaan air laut mencapai 0,8 hingga 12 sentimeter per tahun, mengancam 65 persen penduduk yang tinggal di pesisir.
Menurut Kepala Pustral UGM, Ir. Ikaputra, M.Eng., Ph.D, kondisi ini membuat Indonesia rentan terhadap dampak kenaikan muka air laut, menempatkannya pada peringkat ke-14 dalam Global Climate Risk Index. Tingkat kerentanan ini memerlukan penyelesaian serius.
Komitmen Bersama untuk Infrastruktur Berkelanjutan
Pustral UGM mengadakan webinar bertema 'Sustainable Infrastructure Development: Meeting the Climate Challenge' untuk membahas tantangan ini. Webinar ini menghadirkan para ahli, praktisi, dan pembuat kebijakan untuk berkomitmen menghadapi krisis iklim melalui pembangunan infrastruktur berkelanjutan.
John Robertho dari PT Kereta Api Indonesia membagikan praktik terbaik penerapan ESG dalam menciptakan ekosistem transportasi berkelanjutan. PT KAI telah mencapai skor ESG sebesar 41 dari S&P Global, menempatkannya dalam 20% teratas sektor Transportasi dan Infrastruktur Transportasi.
Dalam Indonesia Sustainable Awards 2025, PT KAI meraih penghargaan bintang empat untuk 'The Best Company for Comprehensive ESG Implementation Practices' dan 'The Best Company for The Community Empowerment Programme'.
Strategi dekarbonisasi PT KAI meliputi pengukuran emisi, pengembangan energi terbarukan, dan penggunaan biodiesel B40. PT KAI juga melakukan efisiensi energi dengan gedung-gedung kantor LRT Jabodetabek yang bersertifikasi green building.
Moekti Handajani Soejachmoen dari IRID menekankan pentingnya strategi dekarbonisasi sektor energi untuk mencapai net zero emissions (NZE) sesuai Persetujuan Paris 2050. Dekarbonisasi harus berkeadilan dan tidak menghambat kesejahteraan ekonomi.
Mohammed Ali Berawi menyatakan pentingnya ketahanan iklim dalam desain dan konstruksi infrastruktur. Proyek infrastruktur harus bernilai tambah dengan meningkatkan efisiensi, inovasi, dan kerja sama multisektor.
Value Creation dalam pembangunan berkelanjutan mendorong peningkatan nilai tambah dan penerapan ilmu pengetahuan, teknologi, dan inovasi untuk tujuan pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.