Ledakan amunisi di Garut menyoroti pengabaian mitigasi risiko oleh TNI, menewaskan warga sipil.
Ledakan amunisi kedaluwarsa di kawasan militer Garut, Jawa Barat, mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga korban. Tragedi ini menewaskan sembilan orang, termasuk warga sipil, dan memicu kritik terhadap prosedur mitigasi risiko TNI.
Pengabaian Keselamatan dalam Penanganan Amunisi
Sosiolog UGM, Derajad Sulistyo Widhyharto, menilai kejadian ini mencerminkan praktik keliru yang telah lama berlangsung. Menurutnya, keterlibatan warga sipil dalam pemusnahan bom menjadi bisnis rutin yang mengabaikan keselamatan. Sisa ledakan dijual, uang mengalir, tetapi keselamatan diabaikan.
Keberadaan warga sipil di area militer menunjukkan celah prosedural serius. Kawasan ini seharusnya hanya diakses personel militer dengan keahlian khusus. Jika warga sipil menjadi korban, informasi jarak aman dan risiko ledakan tidak diberikan, atau lebih buruk, dianggap sepele.
Tanggung Jawab dan Langkah Ke Depan
Gubernur Jawa Barat, Deddy Mulyadi, menjanjikan santunan dan jaminan pendidikan bagi anak-anak korban. Meski langkah ini positif, Derajad menekankan tanggung jawab utama ada di pihak militer. Gubernur menunjukkan empati, tetapi kewenangan ada pada militer.
Ke depan, pengawasan ketat diperlukan agar kasus serupa tak terulang. Seluruh keluarga korban harus mendapatkan kompensasi yang dijanjikan. Kita sering terlena karena merasa kegiatan ini biasa, padahal menyangkut keselamatan jiwa. Jangan ada lagi sikap 'bisnis as usual' dalam urusan berisiko tinggi ini.