Indonesia belum swasembada daging sapi. Gangguan kawin berulang jadi salah satu penyebabnya.
Indonesia masih berjuang untuk mencapai swasembada daging sapi, dan salah satu tantangan utama yang dihadapi adalah gangguan kawin berulang pada sapi. Meskipun pemerintah telah berupaya meningkatkan populasi sapi, hasilnya belum merata di seluruh wilayah. Faktor lingkungan, seperti alih fungsi lahan yang mengurangi ketersediaan pakan alami, menjadi ancaman serius bagi keberlanjutan populasi sapi di dalam negeri.
Faktor Lingkungan dan Infrastruktur
Prof. Dr. drh. Asmarani Kusumawati, M.P., seorang ahli dari Universitas Gadjah Mada, menyoroti bahwa tekanan lingkungan dan infrastruktur yang kurang memadai turut berkontribusi pada masalah ini. Alih fungsi lahan mengurangi ketersediaan pakan alami, sementara kondisi sanitasi kandang yang buruk memperburuk situasi. Pengetahuan peternak yang terbatas juga menjadi faktor penting dalam mengatasi gangguan kawin berulang.
Gangguan reproduksi seperti kawin berulang menyebabkan rendahnya efisiensi reproduksi dan produktivitas sapi. Hal ini ditandai dengan panjangnya calving interval, rendahnya angka konsepsi, dan tingginya service per conception. Kondisi metabolik yang tidak optimal juga turut mempengaruhi.
Penyakit dan Deteksi Dini
Penyakit infeksi seperti brucellosis, infectious bovine rhinotracheitis (IBR), dan toxoplasmosis masih menjadi tantangan besar. Penyakit-penyakit ini tidak hanya mengganggu kesehatan ternak tetapi juga fungsi organ reproduksi, menyebabkan keguguran, infertilitas, atau kelahiran prematur. Dampaknya adalah kerugian ekonomi yang signifikan akibat penurunan produktivitas ternak.
Deteksi dini dan akurat menjadi kunci untuk mencegah penyebaran penyakit. Asmarani dan timnya mengembangkan metode deteksi molekuler dan imunokimia untuk mengidentifikasi patogen pada hewan ternak. Teknologi nanopartikel menjadi pendekatan menjanjikan untuk pengembangan vaksin penyakit infeksi pada hewan ternak.
Penelitian menunjukkan bahwa formulasi nanopartikel berbahan dasar chitosan, liposom, dan polylactic-co-glycolic acid dapat mengenkapsulasi dan melindungi antigen vaksin, sekaligus meningkatkan uptake seluler. Harapannya, metode ini dapat diadopsi secara luas oleh laboratorium diagnostik, dinas peternakan, dan peternak di Indonesia.
Dengan mengatasi tantangan ini, Indonesia dapat meningkatkan produktivitas ternak dan mendekati swasembada daging sapi. Kerja sama antara pemerintah, akademisi, dan peternak sangat penting untuk mencapai tujuan ini.