Mengupas rencana pengajaran AI dan coding di SD, pentingnya literasi digital, dan pandangan pakar.
Pengenalan AI dan Coding di Sekolah Dasar
Pada tahun ajaran 2025/2026, pendidikan kecerdasan buatan (AI) dan coding akan diperkenalkan sebagai mata pelajaran pilihan untuk siswa kelas 5 Sekolah Dasar. Langkah ini diambil oleh Mendikdasmen RI, Abdul Mu’ti, sebagai upaya mempersiapkan generasi muda yang kompetitif di kancah global.
Namun, Iradat Wirid, peneliti transformasi digital dari Center for Digital Society (CfDS) UGM, mengingatkan bahwa pemerintah tidak perlu terburu-buru dalam mengimplementasikan pendidikan AI dan coding bagi siswa SD. Menurutnya, tren teknologi AI harus diimbangi dengan literasi digital yang memadai agar tidak berdampak negatif bagi anak-anak.
Pentingnya Literasi Digital dalam Kurikulum
Iradat menekankan pentingnya penyampaian materi yang berjenjang. Sebelum mengajarkan aplikasi AI, anak-anak harus dibekali dengan logika, etika, dan literasi digital. Tiga fondasi penting yang harus ada dalam kurikulum AI adalah etika, literasi, dan kemampuan berpikir kritis.
Etika dalam pengenalan AI harus mencakup pemahaman tentang hak, dampak, dan batasan penggunaan teknologi. Literasi digital harus ditata ulang untuk membantu siswa memilah informasi yang layak dan memahami aturan serta etika penggunaan teknologi.
Kemampuan berpikir kritis juga penting agar teknologi tidak membuat siswa menjadi pasif. Mereka harus diajak untuk mempertanyakan dan mengkritisi dampak teknologi.
Iradat menyarankan agar Indonesia belajar dari negara lain seperti Tiongkok, India, Brasil, dan Swedia yang telah mengintegrasikan pendidikan AI dengan konteks budaya dan kesiapan lokal masing-masing.
Di Tiongkok, pendidikan AI terintegrasi mendukung industri teknologi. India fokus pada pembentukan sumber daya manusia digital sejak tingkat menengah, sementara Brasil mendorong pendidikan AI terapan di level vokasi. Swedia mengenalkan matematika dasar yang dikaitkan dengan teknologi sejak kelas 1-3.
Pendidikan AI harus berkesinambungan lintas kurikulum. Meski Indonesia tertinggal, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali, asalkan program ini konsisten dan kurikulumnya tidak bergonta-ganti.
Iradat optimistis bahwa guru-guru Indonesia mampu mengajarkan logika penerapan dan pemahaman dasar tentang AI, dengan dukungan kebijakan dan fasilitasi pemerintah daerah.
Menurutnya, guru-guru sudah memiliki dasar pengajaran yang memadai. Dengan dukungan dana dan kebijakan yang tepat, pendidikan AI dan coding dapat mencerdaskan bangsa ini sepenuh hati.