Program Organisasi Penggerak (POP) merupakan bagian dari Merdeka Belajar Kemendikbud yang fokus pada peningkatan numerasi, literasi dan karakter siswa. Program ini digadang-gadang menjadi salah satu program yang bisa memajukan pendidikan Indonesia, sehingga didukung oleh berbagai pihak, termasuk Muhammadiyah.
Ketua Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah, Kasiyarno menilai bahwa Program Organisasi Penggerak merupakan program serius untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan dapat menciptakan sumber daya manusia yang unggul.
Di Awal peluncuran Program Organisasi Penggerak ini, Majelis Dikdasmen PP Muhammadiyah sempat mengajukan proposal untuk ikut serta dalam memajukan pendidikan Indonesia melalui POP ini. Terutama dalam meningkatkan kompetensi kepala sekolah dan guru penggerak.
“Keterpanggilan Muhammadiyah berdasarkan rekam jejak yang dimiliki persyarikatan Muhammadiyah terhadap bangsa ini telah dilakukan sejak tahun 1912, yang meliputi tidak hanya di bidang kesehatan dan gerakan sosial keummatan tetapi juga bidang pendidikan. Infrastruktur yang dimiliki oleh Majelis Dikdasmen seluruh Indonesia sangat lengkap. Dalam melaksanakan kegiatan ini, Perguruan Tinggi Muhammadiyah yang berkembang pesat di pelosok negeri akan dilibatkan dalam program pengembangan kompetensi kepala sekolah dan guru penggerak di seluruh wilayah” kata Kasiyarno dirilis dari Suara Muhammadiyah, pada Rabu (22/7/2020).
Namun, setelah mengikuti proses seleksi Program Organisasi Penggerak Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (GTK) Kemdikbud RI, Muhammadiyah menyatakan mundur dari keikutsertaan dalam program tersebut dengan 3 pertimbangan.
Dikutip Taman Pendidikan dari Suara Muhammadiyah, pada Rabu (22/7/2020), berikut 3 pertimbangan utama sehingga Muhammadiyah memilih mundur dari Program Organisasi Penggerak Kemendikbud.
Pertama, Muhammadiyah memiliki 30.000 satuan pendidikan yang tersebar di seluruh Indonesia. Persyarikatan Muhammadiyah sudah banyak membantu pemerintah dalam menyelenggarakan pendidikan sejak sebelum Indonesia merdeka, sehingga tidak sepatutnya diperbandingkan dengan organisasi masyarakat yang sebagian besar baru muncul beberapa tahun terakhir dan terpilih dalam Program Organisasi Penggerak Kemdikbud RI sesuai surat Dirjen GTK tanggal 17 Juli Tahun 2020 Nomor 2314/B.B2/GT/2020.
Kedua, Kriteria pemilihan organisasi masyarakat yang ditetapkan lolos evaluasi proposal sangat tidak jelas, karena tidak membedakan antara lembaga CSR yang sepatutnya membantu dana pendidikan dengan organisasi masyarakat yang berhak mendapatkan bantuan dari pemerintah.
Ketiga, Muhammadiyah akan tetap berkomitmen membantu pemerintah dalam meningkatkan pendidikan dengan berbagai pelatihan, kompetensi kepala sekolah dan guru melalui program-program yang dilaksanakan Muhammadiyah sekalipun tanpa keikutsertaan kami dalam Program Organisasi Penggerak ini.
Selanjutnya, Kasiyarno memberikan masukan agar Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) meninjau kembali kriteria untuk menghindari masalah yang tidak diharapkan di kemudian hari.