Pemerintah Ukraina baru-baru ini mengambil langkah tegas dengan melarang penggunaan aplikasi pesan Telegram oleh kalangan militer dan pejabat penting. Keputusan ini diambil untuk menjaga kerahasiaan informasi sensitif dari kemungkinan pengintaian oleh Rusia. Dalam situasi yang semakin tegang antara kedua negara, langkah ini dianggap sangat penting untuk melindungi komunikasi militer.
Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional Ukraina mengungkapkan bahwa mereka memiliki bukti bahwa pasukan khusus Rusia dapat mengakses pesan-pesan yang dikirim melalui Telegram. Bahkan, ada laporan bahwa otoritas Rusia bisa melacak dan membaca pesan meskipun pesan tersebut sudah dihapus. Dengan melarang penggunaan Telegram bagi orang-orang tertentu, Ukraina berusaha mencegah kebocoran informasi yang dapat dimanfaatkan oleh pihak lawan.
Meski ada larangan bagi kalangan tertentu, masyarakat umum di Ukraina masih dapat mengakses Telegram. Aplikasi ini tetap digunakan untuk tujuan pribadi, sehingga komunikasi antar teman dan keluarga tetap berjalan. Menariknya, sekitar 75 persen masyarakat Ukraina masih menggunakan Telegram untuk terhubung dan lebih dari 70 persen mengandalkannya untuk mendapatkan berita terkini.
Telegram, yang didirikan oleh Pavel Durov, telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Ukraina. Meskipun Durov meninggalkan Rusia pada tahun 2014 dan kini bermarkas di Dubai, aplikasi ini tetap populer di kalangan pengguna di Ukraina. Dengan sejarah panjang dan popularitasnya, Telegram menjadi alat komunikasi yang penting bagi banyak orang di negara tersebut.