Edukasi

Strategi Menghadapi Volatilitas IHSG Menurut Ekonom UGM

IHSG Mengalami Penurunan: Apa Penyebabnya?

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan tajam hingga 5% pada 18 Maret lalu, memicu Bursa Efek Indonesia (BEI) memberlakukan trading halt selama 30 menit. Langkah ini diambil sebagai bagian dari mekanisme circuit breaker untuk mengantisipasi kepanikan pasar dan volatilitas ekstrem. Menurut Dr. Rijadh Djatu Winardi, CFE., dari Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM, penurunan ini mencerminkan respons pasar terhadap ketidakpastian ekonomi dan politik di Indonesia.

Salah satu pemicu utama adalah ketidakjelasan arah kebijakan fiskal pemerintah, termasuk rencana peningkatan belanja negara yang tidak didukung oleh sumber pendanaan yang solid. Defisit APBN dalam dua bulan pertama 2025 semakin memperparah kekhawatiran ini. Selain itu, aksi jual besar-besaran saham-saham big cap di sektor perbankan BUMN turut memperburuk situasi.

Strategi Menghadapi Volatilitas Pasar

Rijadh menyoroti pentingnya strategi yang tepat dalam menghadapi volatilitas pasar. Ia menyarankan agar investor tidak panik dan mengambil keputusan berdasarkan emosi. Diversifikasi adalah kunci untuk mengurangi risiko dalam investasi. Investor perlu menyebar investasi mereka ke berbagai instrumen keuangan, seperti saham, obligasi, dan reksadana.

Jika investor ingin melakukan pembelian saham untuk jangka pendek di tengah penurunan IHSG, Rijadh menyarankan agar lebih berhati-hati. Bisa juga mencicil untuk membeli saham-saham dengan fundamental bagus, dan jangan lupa terapkan cut loss secara disiplin untuk melindungi modal investasi.

Rijadh juga menegaskan bahwa meskipun deflasi mencerminkan pelemahan daya beli, faktor ini bukan penyebab utama dari penurunan IHSG pada 18 Maret. Namun, jika deflasi terus terjadi, dampaknya akan bersifat jangka panjang terhadap emiten-emiten tertentu yang bergantung pada konsumsi domestik.

Selama pandemi Covid-19, BEI beberapa kali menerapkan trading halt untuk mengendalikan volatilitas pasar. Pada 2020, gejolak pasar dipicu oleh faktor eksternal, yakni ketidakpastian global akibat pandemi. Sementara itu, pada 2025, gejolak lebih banyak dipengaruhi oleh ketidakpastian kebijakan ekonomi domestik dan reaksi negatif investor terhadap regulasi baru.

Rijadh menekankan bahwa mekanisme trading halt memiliki peran penting dalam meredam kepanikan di pasar. Penghentian perdagangan sementara memberikan waktu bagi investor untuk mencerna informasi dan menghindari keputusan impulsif. Trading halt juga membuka peluang bagi investor untuk melakukan strategi buy on weakness, dengan catatan harus dilakukan secara cermat dan bertahap.

Ia pun memberikan beberapa tips bagi investor untuk menghadapi ketidakpastian pasar. Di setiap krisis, market akan mengalami rebound. Bisa menjadi kesempatan asal hati-hati dalam menyikapinya karena tidak ada yang tahu kapan bottom dari penurunan terjadi.

Menurutnya, penting untuk tidak panik dan mengambil keputusan berdasarkan emosi. Diversifikasi kunci untuk mengurangi risiko dalam investasi. Investor perlu menyebar investasi mereka ke berbagai instrumen keuangan, seperti saham, obligasi, dan reksadana.

Jika investor ingin melakukan pembelian saham untuk jangka pendek di tengah penurunan IHSG, ia menyarankan agar para investor lebih berhati-hati. Bisa juga mencicil untuk membeli saham-saham dengan fundamental bagus, dan jangan lupa terapkan cut loss secara disiplin untuk melindungi modal investasi.